MAKNA MALAM SATU SURO BAGI MASYARAKAT DESA PULOSARI…….!

Administrator 02 Oktober 2016 13:25:05 WIB

MAKNA MALAM SATU SURO BAGI MASYARAKAT DESA PULOSARI…….

Desa Pulosari adalah bagian Kerajaan Mojopahit yang tak terpisahkan di akui atau tidak di akui oleh sebagian masyarakat hal ini di buktikan dengan keberadaan Candi Arimbi yang  sampai saat ini masih  kokoh menjulang tinggi. Walaupu kebisuan Candi arimbi ini bukan berarti tidak bisa menjawab keberadaan silsilah sejarah jawa hal ini terjadi karena keberadaan perubahan jaman yang hari ini kita lupa dengan asal muasal kita peradapan Islam  tidaklah harus merubah budaya kita selama tidak menuju kekufuran dan kekafiran kita berusaha menjadi Muslim yang sejati dalam artian Muslim Nusantara karena kita memang lahir di Nusantara ini dengan penuh keanekaragaman budayanya, Dengan kearifan lokal Desa melalui Undang Undang Desa No 6 Tahun 2014 terkait kewenangan dan hak asal usul Desa kami berusaha mengugah warga Desa Pulosari dalam rangka melestarikan Budaya tanah Jawa ini memang tidak lah muda dengan paradikma baru dan perkembangan agama Islam, Namu yang melatar belakangi kami ini tidak lain adalam semangat melestarikan budaya dan membawa Desa Pulosari untuk mencari jatidirinya sehingga bisa terujud cita cita bersama menjadikan desa Pulosari Menjadikan Tujuan Alternatip Wisata Desa, Terkait dengan peringatan satu suro memang Desa kami sampai hari ini belum bisa berbuat banyak namun dengan modal sebuah kearifan lokal dan kebersaman dengan msyarakat kami akan berbuat yang terbaik umtuk Desa.

Biasanya,pada saat menjelang tahun baru kita pasti melakukan berbagai macam kegiatan untuk menyambutnya. Dan kegiatan tersebut tentunya ndak lepas juga dari upaya introspeksi diri dan harapan-harapan. Introspeksi diri itu dilakukan tentunya berkaitan dengan perbuatan-perbuatan di tahun lalu, apakah perbuatannya itu sudah bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat atau justru malah merugikan orang lain?
Jika masih banyak merugikan orang lain, tentunya harus diperbaiki dong. Bukan malah merayakannya dengan tujuan hanya ingin bersenang-senang saja. Memang sih untuk memahami makna tahun baru, pada akhirnya harus dikembalikan juga ke diri kita masing-masing sebagai pencipta budaya itu sendiri.
Bagi masyarakat Jawa, kegiatan menyambut bulan Suro ini sudah berlangsung sejak berabad – abad yg lalu. Dan kegiatan yg berulang – ulang tersebut akhirnya menjadi kebiasaan serta menjadi tradisi yg pasti dilakukan di setiap tahunnya. Itulah yg kemudian disebut budaya dan menjadi ciri khas bagi komunitasnya.
Namun kalau dicermati, tradisi di bulan Suro yg dilakukan oleh masyarakat Jawa ini adalah sebagai upaya untuk menemukan jati dirinya agar selalu tetap eling lan waspodo. Eling artinya harus tetap ingat siapa dirinya dan dari mana sangkan paraning dumadi (asal mulanya), menyadari kedudukannya sebagai makhluk Tuhan dan tugasnya sebagai khalifah manusia di bumi, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Waspodo, artinya harus tetap cermat, terjaga, dan awas terhadap segala godaan yg sifatnya menyesatkan. Karena sebenarnya godaan itu bisa menjauhkan diri dari Sang Pencipta, sehingga dapat menyulitkan kita dalam mencapai manunggaling kawula gusti (bersatunya makhluk dan Sang Khalik).
Bulan Suro sebagai awal tahun Jawa, bagi masyarakatnya juga disebut bulan yg sangat sakral karena dianggap bulan yg suci atau bulan untuk melakukan perenungan, bertafakur, berintrospeksi, serta mendekatkan diri kepada Sang Khalik.
Cara yang dilakukan biasanya disebut dengan lelaku, yaitu mengendalikan hawa nafsu dengan hati yg ikhlas untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Itulah esensi dari kegiatan budaya yg dilakukan masyarakat Jawa pada bulan Suro. Tentunya makna ini juga didapatkan ketika bulan Poso (Ramadhan, Tahun Hijriyah), khususnya yg memeluk agama Islam. Lelaku yg dilaksanakan oleh masyarakat Jawa sebagai media introspeksi biasanya banyak sekali caranya. Ada yg melakukan lelaku dengan cara nenepi (meditasi untuk merenungi diri) di tempat – tempat sakral seperti di puncak gunung, tepi laut, makam para wali, gua dan sebagainya. Ada juga yg melakukannya dengan cara lek – lekan (berjaga semalam suntuk tanpa tidur hingga pagi hari) di tempat-tempat umum seperti di alun-alun,pinggir pantai, dan sebagainya.
Sebagian masyarakat Jawa lainnya juga melakukan cara sendiri yaitu mengelilingi benteng kraton sambil membisu. Begitu pula untuk menghormati bulan yg sakral ini, sebagian masyarakat Jawa melakukan tradisi syukuran kepada Tuhan pemberi rejeki, yaitu dengan cara melakukan labuhan dan sedekahan di pantai, labuhan di puncak gunung, merti dusun atau suran, atau lainnya. Dan karena bulan Suro juga dianggap sebagai bulan yg baik untuk mensucikan diri, maka sebagian masyarakat lain, melakukan kegiatan pembersihan barang-barang berharga, seperti jamasan keris pusaka, jamasan kereta, pengurasan enceh di makam-makam, dan sebagainya. Ada juga yg melakukan kegiatan sebagai rasa syukur atas keberhasilan di masa lalu dengan cara pentas wayang kulit, ketoprak, nini thowok, dan kesenian tradisional lainnya. Apapun yg dilakukan boleh saja terjadi asal esensinya adalah dalam rangka perenungan diri sendiri (introspeksi) sebagai hamba Tuhan.
Namun akibat perkembangan zaman serta semakin heterogennya masyarakat suatu komunitas dan juga karena dampak dari berbagai kepentingan yg sangat kompleks, lambat laun banyak masyarakat terutama yg awam terhadap budaya tradisional, ndak lagi mengetahui dengan jelas di balik makna asal tradisi budaya bulan Suro ini. Mereka umumnya hanya ikut-ikutan, seperti beramai-ramai menuju pantai, mendaki gunung, bercanda ria sambil mengelilingi benteng, berbuat kurang sopan di tempat-tempat keramat dan sebagainya. Maka ndak heran jika mereka menganggap bahwa bulan Suro itu ndak ada bedanya dengan bulan-bulan yg lain. Di sisi lain, ternyata kesakralan bulan Suro membuat masyarakat Jawa sendiri enggan untuk melakukan kegiatan yg bersifat sakral, misalnya hajatan pernikahan. Hajatan pernikahan di bulan Suro sangat mereka hindari. Entah kepercayaan ini muncul sejak kapan, saya juga ndak tahu. Namun yg jelas sampai sekarang pun mayoritas masyarakat Jawa ndak berani menikahkan anaknya di bulan Suro.
Ada sebagian masyarakat Jawa yg percaya dengan cerita Nyi Roro Kidul, penguasa laut selatan yg konon ceritanya setiap bulan Suro, Nyi Roro Kidul selalu punya hajatan atau mungkin menikahkan anaknya (ndak ada yg tahu berapa jumlah anaknya) sehingga masyarakat Jawa yg punya gawe di bulan Suro ini diyakini penganten atau keluarganya ndak akan mengalami kebahagiaan atau selalu mengalami kesengsaraan, baik berupa tragedi cerai, gantung diri, meninggal, mengalami kecelakaan, atau lainnya.
Entah kebenaran itu ada atau tidak, yg jelas masyarakat Jawa secara turun-temurun menghindari bulan Suro untuk menikahkan anak. Padahal bagi pemeluk agama Islam, dan mungkin juga pemeluk agama lain, bahwa semua hari dan bulan itu baik untuk melakukan kegiatan apapun termasuk menikahkan anak. Aneh memang, itulah kepercayaan. Akankah masyarakat Jawa di masa mendatang punya cara lain lagi dalam memaknai bulan Suro ? Jawabannya ada pada anak cucu kita sebagai generasi penerus.

Dokumen Lampiran : MAKNA MALAM SATU SURO BAGI MASYARAKAT DESA PULOSARI…….!


Komentar atas MAKNA MALAM SATU SURO BAGI MASYARAKAT DESA PULOSARI…….!

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Komentar
 

LAYANAN MOBIL SIAGA DESA


Kontak Langsung Pengemudi dengan cara klik gambar

LAYANAN SATU PINTU SIAGA CONVID-19 DESA PULOSARI


LAWAN KORONA DENGAN POLA HIDUP BERSIH (KLIK GAMBAR)

MARI BERGABUNG DI WA SAHABAT PEJUANG DESA

 

Layanan Mandiri Desa Pulosari


Untuk Mendapatak Biodata Penduduk Silahkan konfermasi dengan Admin melalui SMS Gate Way atau Wa 0852195159909 untuk mendapatkan kode PIN Anda.

Ketik NIK & PIN (KTP Pulosari)

 

 

Komentar Terkini

  • yarianus alom :saya butu download aplikasih ini...baca selengkapnya
    ditulis pada 22 Juli 2020 08:08:42 WIB

  • Djufri Achmad :Mantap luar biasa Desa Pulosari sebagai salah desa...baca selengkapnya
    ditulis pada 15 Juni 2020 11:26:10 WIB

  • IFAN :APAKAH susunan org dN TTA kerja pem des ini terca...baca selengkapnya
    ditulis pada 13 Februari 2020 14:14:15 WIB

  • JULFIKAR :gan minta contoh rab dan laporan spj lengkap penge...baca selengkapnya
    ditulis pada 05 September 2019 11:29:00 WIB

  • fika yunifa efrianinrum, M.Pd :Mohon data demografi penduduk berdasarkan pendidik...baca selengkapnya
    ditulis pada 28 Agustus 2019 04:49:51 WIB

  • Firman :mantap, sangat membantu......baca selengkapnya
    ditulis pada 22 Mei 2019 20:06:16 WIB

  • IRHAM :gan minta contoh rab dan laporan spj lengkap penge...baca selengkapnya
    ditulis pada 26 Maret 2019 20:42:23 WIB

  • :...baca selengkapnya
    ditulis pada 10 Februari 2019 17:26:39 WIB

  • Lydia Ratna arief :Saya sdh membaca dan mempelajari dasa wisma ini, ...baca selengkapnya
    ditulis pada 07 Februari 2019 08:01:48 WIB

  • SAURMAN SILALAHI :DESA YANG MAJU,APAKAH DESA INI SUDAH PUNYA BUM DES...baca selengkapnya
    ditulis pada 18 Januari 2019 23:24:18 WIB

  • Seputar Pulosari

    FacebookTwitterGoogle PlussYoutube

    Dapatkan Website Versi Android


    Silahkan Click gambar untuk mendapakan aplikasi download ikuti sesuai petujuk.

    POKDARWIS


    Dapatkan informasi dokumen kegiatan Pokdarwis Desa Pulosari dengan cara klik gambar

    REGULASI :