CANDI ARIMBI PENINGALAN MAJAPAHIT ATAU KAHURIPAN......!

Administrator 11 September 2018 11:46:12 WIB

MENELUSURI ASAL  USUL CANDI ARIMBI

Candi Rimbi berlokasi di Desa Pulosari, Kec. Bareng, Kab. Jombang. Runtuhan Candi Rimbi ditemukan oleh orang Inggris yang bernama Alfred Wallace, ketika melewati tempat itu saat mengoleksi tanaman di Wonosalam sekitar akhir abad 19. Daerah ini terletak dikaki sebelah barat gunung Anjasmoro, berada diantara hunian penduduk, persawahan dan  hutan lebat disekelilingnya serta pemandangan yang indah.

Dalam sebuah Versi yang sudah melegenda di masyarakat desa Pulosari di ceritakan Candi Rimbi merupakan candi Syiwa, terlihat dari relief yang berisi ajaran Tantri yang terpahat di kaki candi. Diduga candi ini dibangun pada pertengahan abad ke-14, sebagai penghormatan kepada Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani yang memerintah Majapahit pada tahun 1329-1350. Dugaan ini didasarkan pada ditemukannya dua buah arca Dewi Parwati, yang diperkirakan merupakan pencerminan Dewi Tribhuwana. Kedua arca tersebut saat ini tersimpan di Museum Trowulan dan Museum Nasional.

Candi Rimbi adalah peninggalan agama Hindu dari masa Klasik Majapahit merupakan candi pendharmaan Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi ibunda dari Prabu Hayam Wuruk. Candi ini juga sering disebut Cungkup Pulo. Nama Rimbi dikaitkan dengan nama tokoh pewayangan bernama Arimbi, isteri Werkudara atau yang lebih dikenal dengan nama Bima.

Arsitektur Candi Rimbi Situs ini berada pada areal seluas 896.56 meter persegi, berdiri diatas tanah agak tinggi dari sekitarnya. Bangunan terbuat dari batu andesit, sedang pondasinya dari batu bata. Bangunan yang masih ada sekarang memiliki ukuran panjang 13,24 meter, lebar 9,10 meter dan tinggi 12 meter. Sekitar 1 meter di sekeliling candi terdapat satu lapis batu bata yang ditata miring.

Candi Rimbi menghadap ke barat. Secara vertikal terdiri dari kaki dan tubuh candi. Namun, bagian tubuh candi tinggal separoh, karena mengalami kerusakan. Begitu juga dengan atapnya, sudah runtuh.

Tubuh candi juga lebih kecil dibandingkan dengan bagian kakinya, sehingga terlihat seperti terdapat selasar yang mengelilinginya. Akan tetapi saat ini, sebagaimana halnya sebagian atap dan tubuh candi, tangga naik ke selasar juga sudah runtuh, sehingga hanya selasar di sisi selatan yang dapat terlihat dari bawah.

Pada kaki bagian atas maupun dinding luar tubuh candi yang masih tersisa tidak tampak adanya pahatan. Akan tetapi, di seputar kaki candi bagian bawah dipenuhi oleh jajaran panel-panel relief cerita-cerita binatang. Relief yang dipahat dengan teknik datar (wayang style) yang sangat indah dan halus tersebut dapat dikatakan masih utuh. Untuk membacanya digunakan teknik prasawiya (berlawanan dengan arah jarum jam), dimulai dari sisi utara.

Hampir sebagian besar bagian atasnya sudah hancur tetapi bagian bawahnya masih dalam kondisi baik dan dihias oleh gambar yang menyambung mengartikan sesuatu mengelilingi dinding luar.

Daya tarik Candi Rimbi adalah adanya panil-panil relief yang menghiasi dinding kaki. Panil-panil ini berisi cerita tentang binatang dan keagamaan. Namun, belum diketahui apa isi cerita relief tersebut. Di dinding kaki sebelah utara terdapat terdapat 17 bidang relief. Salah satunya, relief sepasang pengantin yang berada di dalam tempayan (gentong).  Ada pula relief sepasang pria dan wanita. Sang pria sedang mencangkul, sedang yang wanita membawa payung. Di kaki sisi timur, juga dihiasi 17 bidang relief cerita binatang dan kegiatan keagamaan. Sedang di sisi selatan terdapat 8 buah bidang.

Di tepi halaman terdapat batu-batu reruntuhan candi yang disusun rapi memagari candi. Di sisi timur, tepat di depan candi berjajar 3 potongan arca yang menarik perhatian karena ukurannya yang sangat besar. Tinggi masing-masing potongan sekitar 125 cm. Yang terletak di tengah jajaran adalah potongan kepala arca raksasa, sedangkan di kiri dan kanannya terdapat potongan arca yang tampak seperti bagian dada sebatas leher

Berdasarkan seni arsitektur bangunan, Candi Rimbi berlatar belakang Hindu. Hal ini, ditandai penemuan Arca-arca Hindu juga ditemukan di halaman candi, yang berupa arca Dewi Parwati (isteri Dewa Siwa) yang sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.

Arca Parwati ditemukan di ruang utama candi. Tetapi, ruangan ini sudah tidak ada lagi, karena separoh dari badan candi sudah runtuh. Patung Ratu Tribhuwana Tunggadewi yang digambarkan sebagai patung Dewi Parwati, saat ini disimpan di Museum Nasional Jakarta dan satu lagi patung Dewi Durga di Museum Trowulan.

Selain perwujudan Arca Dewi Parwati juga ditemukan Arca Dewi Durga yang kini berada di Museum Trowulan. Yang nampak lain adalah patung Durga dari candi Rimbi ini. Patung Durga dari candi Rimbi ini digambarkan berdiri dengan kedua kaki terbentang (pada umumnya Durga digambarkan dalam sikap tribhangga), menyeringai sehingga memperlihatkan gigi taringnya yang tajam, mata melotot dan rambut terurai tak beraturan.

Arca Dewi Parwati/Dewi Uma ini, dalam perwujudan Durga Mahisasuramardhini dimana dilukiskan sedang berjuang mengalahkan Asura dalam wujud raksasa, dikisahkan Kahyangan tempat para Dewa tinggal, mengalami kekacauan akibat ulah seekor kerbau (Mahisa). Prajurit para Dewa tidak mampu mencegah, berkat kesaktiannya Dewi Parwati (Sakti/istri) Dewa Siwa, berubah wujud menjadi Dewi Durga, yaitu seorang Reksasi, dengan gagah berani dihadapi Mahisa yang sedang mengamuk tersebut.

Tipe patung Dewi Durga Mahesasuramardhini yang ada di Candi Rimbi boleh dikatakan adalah tipe kecantikan yang serba kaku, keras kepala, menunjukkan ke-aku-an yang menonjol, bahkan dalam gerakannya terlihat keinginan untuk diperhatikan. Tipe ini juga nampak garang dan terkesan tidak bisa menyembunyikan apa yang tengah dialami, dan justru inilah daya tariknya.

Durga paling sering digambarkan dalam adegan mengalahkan Asura, namun di Jawa (atau Indonesia umumnya) sangat jarang ditemukan wajah Durga yang menunjukkan dirinya sebagai seorang raksasi, sebaliknya Durga selalu digambarkan dengan penuh kelembutan seorang wanita.

Hal ini tentu saja disebabkan karena pengaruh dari aliran keagamaan yang melatar belakangi pembuatan patung tersebut, yaitu aliran Tantrayana. Tantrayana adalah salah satu aliran dalam agama Hindu yang mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan raja Kertanegara, yaitu akhir dari kerajaan Singosari, walaupun beberapa ahli berpendapat bahwa agama Hindu yang masuk di Indonesia sudah menunjukkan adanya pengaruh Tantris tersebut

Kisah Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah penguasa ketiga Majapahit yang memerintah tahun 1328-1351. Dari Prasasti Singasari (1351) dan piagam Berumbung tahun 1351 diketahui gelar abhisekanya ialah Sri Tribhuwanotunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani. Nama asli Tribhuwana Wijayatunggadewi ( disingkat Tribhuwana) adalah Dyah Gitarja. Ia merupakan putri dari Raden Wijaya dan Gayatri. Memiliki adik kandung bernama Dyah Wijat dan kakak tiri bernama Jayanagara .

Wafatnya Jayanegara menimbulkan polemik yang cukup rumit karena beliau belum memiliki keturunan. Sesuai catatan sejarah sejak kematian Jayanegara dibutuhkan waktu selama setahun untuk menunjuk siapa yang berhak menjadi ratu Majapahit.

Sesuai dengan aturan silsilah kerajaan, yang berhak menggantikan Sri Jayanegara sebagai raja adalah saudaranya, salah satu dari putri Sri Gitarja dan Dyah Wyat. Sebelum pilihan dijatuhkan ke salah satunya, kekuasaan masih dipegang di tangan Ratu Gayatri, istri mendiang Raden Wijaya (raja Majapahit pertama). Hal ini karena adanya potensi konflik yang dianalisis oleh Gajah Mada apabila penunjukan kekuasaan dilakukan secara tergesa-gesa.

Analisis Gajah Mada berpusat pada kenyataan bahwa pengganti Sri Jayanegara sebagai raja Majapahit adalah seorang perempuan. Menilik pada sejarah, sebetulnya tidak menjadi masalah seorang perempuan menjadi Raja. Bukti nyatanya adalah putri Shima yang berhasil menegakkan kerajaan walaupun dia seorang perempuan. Walaupun demikian, Gajah Mada tidak bisa penyamarataan kondisi antara putri Shima dengan dua orang putri yang sama-sama berpotensi menggantikan Sri Jayanegara sebagai ratu Majapahit.

Gajah Mada berkesimpulan bahwa memang tidak masalah seorang perempuan menjadi raja asalkan didampingi oleh figur yang kuat. Nah, figur kuat ini berasal dari laki-laki yang nantinya mendampingi mereka sebagai suami. Keluarga kerajaan telah memilih para ksatria sebagai pendamping kedua putri tersebut. Sri Gitarja dijodohkan dengan Raden Cakradara. Sedangkan Dyah Wyat dijodohkan dengan Raden Kudamerta. Keduanya adalah penguasa-penguasa wilayah setingkat kabupaten yang menjadi bagian dari Majapahit. Bersamaan dengan wafatnya raja Sri Jayanegara, kedua putri kerajaan tersebut juga dinikahkan dengan pasangannya.

Dan atas saran Gajah Mada akhirnya Ratu Gayatri menunjuk kedua putrinya untuk memimpin Majapahit. Menurut Nagarakretagama pupuh 49, Tribhuwana naik takhta atas perintah ibunya (Gayatri ) tahun 1329 menggantikan Jayanagara yang tidak punya keturunan tahun 1328 yaitu 1 tahun setelah meninggalnya prabu Jayanegara. Nagarakretagama seolah memberitakan kalau takhta Jayanagara diwarisi Gayatri, karena ibu tirinya itu adalah putri Kertanagara. Mengingat Gayatri adalah putri bungsu, kemungkinan saat itu istri-istri Raden Wijaya yang lain sudah meninggal semua. Karena Gayatri telah menjadi pendeta, maka pemerintahannya pun diwakili oleh Tribhuwanotunggadewi.

Menurut Pararaton, Jayanagara merasa takut takhtanya terancam, sehingga ia melarang kedua adiknya menikah. Pada masa pemerintahan Jayanagara (1309-1328) Tribhuwana Tunggadewi diangkat sebagai penguasa bawahan di Jiwana bergelar Bhre Kahuripan. Suami Tribhuwana bernama Cakradhara yang bergelar Kertawardhana Bhre Tumapel.

Pada Piagam Trowulan Tahun 1358 dikatakan bahwa Kerthawardhana adalah keturunan Raja Wisnuwardhana di Singhasari.Dari perkawinan itu lahir Dyah Hayam Wuruk dan Dyah Nertaja. Hayam Wuruk kemudian diangkat sebagai Yuwaraja bergelar Bhre Kahuripan atau Bhre Jiwana, sedangkan Dyah Nertaja sebagai Bhre Pajang.

Arca-arca Hindu cukup banyak ditemukan di halaman candi. Sayangnya, arca-arca itu sudah tidak berada dalam kondisi utuh, bahkan beberapa di antaranya hanya menyisakan potongan anggota badannya saja. Sebuah lapik yang terletak di halaman candi menyisakan potongan kaki arca. Sebuah hiasan kala dengan ukuran agak besar juga tergeletak di salah satu sudut halaman candi. Diperkirakan, batu berelief kala ini dahulu digunakan untuk menghiasi pintu masuk ke ruangan (bilik) candi sebagaimana umumnya candi dari masa Klasik.

Ada mitos pada kawasan setempat bahwa keberadaan candi Rimbi ini memang di percaya memiliki kaitan erat dengan kerajaan Majapahit. Pada mitos ini juga menyebutkan bahwa wilayah Jombang di bagian selatan yaitu sekitar Wonosalam merupakan gapura sebelah selatan ibukota / Kutharaja Majapahit. Dan oleh karena itu logo pada Kabupaten Jombang mengambil bentuk gapura yang menyiratkan akna bahwa Jombang merupakan gerbang dari ibukota Majapahit di Trowulan, Mojokerto. Mitos yang lain menggisahkan bahwa Candi Rimbi atau yang biasa disebut Cungkup Pulo adalah makam dari Dewi Arimbi (salah satu tokoh pewayangan, istri dari Bima/ Werkudara). Itu lah asal-usul mengapa candi ini disebut dengan nama Candi Rimbi.

 

Kisah lain di ceritakan dalam masyarakat desa Pulosari kehadiran Candi Arimbi tidak lepas dengan cerita pewayangan dengan hadirnya sang dewi Arimbi yang diyakini sosok putri yang membawa kedamaina dan memperlambangkan sebuah pengayoman pada masyarakatdi yakini makamnya berada di Dusun Kopen Desa Ngrimbi Kecamatan Bareng tetangga desa Pulosari.

Inilah yang menjadikan dasar Pemerintah Desa Pulosari mengabadikan sosok Dewi Arimbi dalam bentuk Patung dan lukisan upaya ini dilakukan dalam upaya memberikan gambaran kepada anak cucu kita bawasanya di Desa Pulosari ada sebuah peradapan yang sangat istimewa yang belum bisa terpecahkan.

Dalam cerita masyarakat lain dikisakan bahwa cadi Arimbi adalah peningalan Kerajaan Kahuripan dengan latar belakang candi yang terbuat dari batu andersit merupakan bahan dsar candi yang berada di Jawa Tengah, ini sekilas ceita Kerajaan Kahuripan:

Kahuripan, adalah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Airlangga pada tahun 1019. Kerajaan ini dibangun dari sisa-sisa istana Kerajaan Medang yag telah dihancurkan oleh Sriwijaya pada tahun 1019. Airlangga adalah putera pasangan Mahendradatta (puteri dari Dinasti Isyana, Medang) dan Udayana (raja Dinasti Warmadewa, Bali). Pada tahun 1006, ketika Airlangga berusia 16 tahun, Sriwijaya mengadakan pembalasan atas Medang. Wurawari (sekutu Sriwijaya) membakar Istana Watugaluh, Dharmawangsa beserta bangsawan tewas dalam serangan itu. Airlangga berhasil melarikan diri ke hutan.

Setelah beberapa tahun berada di hutan, akhirnya pada tahun 1019, Airlangga berhasil mempersatukan wilayah kerajaan Medang yang telah pecah, membangun kembali kerajaan, dan berdamai dengan Sriwijaya. Kerajaan baru ini dikenal dengan Kerajaan Kahuripan, yang wilayahnya membentang dari Pasuruan di timur hingga Madiun di barat. Airlangga memperluas wilayah kerajaan hingga ke Jawa Tengah dan Bali. Pada tahun 1025, Airlangga memperluas kekuasaan dan pengaruh Kahuripan seiring dengan melemahnya Sriwijaya. Pantai utara Jawa, terutama Surabaya dan Tuban, menjadi pusat perdagangan yang penting untuk pertama kalinya.

Di bawah pemerintahan Airlangga, seni sastra berkembang. Tahun 1035, Mpu Kanwa menggubah kitab Arjuna Wiwaha, yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan Arjuna, inkarnasi Wisnu yang tak lain adalah kiasan Airlangga sendiri. Kisah Airlangga digambarkan dalam Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan.

Candi Arimbi adalah bagian bersejarah dari desa Pulosari yang belum terpecahkan namun diharapkan bisa menyemangati masyarakat Desa Pulosari dan Pemeritah Desa dengan peradapan nenek moyang yang sangat istimewa bisa memberikan semangat menuju perubahan desa yang lebih baik saat ini replika candi arimbi menjadikan oleh oleh kerajinan miniature khas Desa Pulosari.

Upaya ini kami Lakukan dengan harapan ada dinas terkait yang perduli dan  mau campur tanggan dalam membedah misteri Candi Arimbi, Semoga bisa menjadi ispirasi kita bersama bawasanya Jombang layak menyandang Kota Toleran dengan tidak melupakan sejarahnya.

Komentar atas CANDI ARIMBI PENINGALAN MAJAPAHIT ATAU KAHURIPAN......!

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Komentar
 

LAYANAN MOBIL SIAGA DESA


Kontak Langsung Pengemudi dengan cara klik gambar

LAYANAN SATU PINTU SIAGA CONVID-19 DESA PULOSARI


LAWAN KORONA DENGAN POLA HIDUP BERSIH (KLIK GAMBAR)

MARI BERGABUNG DI WA SAHABAT PEJUANG DESA

 

Layanan Mandiri Desa Pulosari


Untuk Mendapatak Biodata Penduduk Silahkan konfermasi dengan Admin melalui SMS Gate Way atau Wa 0852195159909 untuk mendapatkan kode PIN Anda.

Ketik NIK & PIN (KTP Pulosari)

 

 

Komentar Terkini

  • yarianus alom :saya butu download aplikasih ini...baca selengkapnya
    ditulis pada 22 Juli 2020 08:08:42 WIB

  • Djufri Achmad :Mantap luar biasa Desa Pulosari sebagai salah desa...baca selengkapnya
    ditulis pada 15 Juni 2020 11:26:10 WIB

  • IFAN :APAKAH susunan org dN TTA kerja pem des ini terca...baca selengkapnya
    ditulis pada 13 Februari 2020 14:14:15 WIB

  • JULFIKAR :gan minta contoh rab dan laporan spj lengkap penge...baca selengkapnya
    ditulis pada 05 September 2019 11:29:00 WIB

  • fika yunifa efrianinrum, M.Pd :Mohon data demografi penduduk berdasarkan pendidik...baca selengkapnya
    ditulis pada 28 Agustus 2019 04:49:51 WIB

  • Firman :mantap, sangat membantu......baca selengkapnya
    ditulis pada 22 Mei 2019 20:06:16 WIB

  • IRHAM :gan minta contoh rab dan laporan spj lengkap penge...baca selengkapnya
    ditulis pada 26 Maret 2019 20:42:23 WIB

  • :...baca selengkapnya
    ditulis pada 10 Februari 2019 17:26:39 WIB

  • Lydia Ratna arief :Saya sdh membaca dan mempelajari dasa wisma ini, ...baca selengkapnya
    ditulis pada 07 Februari 2019 08:01:48 WIB

  • SAURMAN SILALAHI :DESA YANG MAJU,APAKAH DESA INI SUDAH PUNYA BUM DES...baca selengkapnya
    ditulis pada 18 Januari 2019 23:24:18 WIB

  • Seputar Pulosari

    FacebookTwitterGoogle PlussYoutube

    Dapatkan Website Versi Android


    Silahkan Click gambar untuk mendapakan aplikasi download ikuti sesuai petujuk.

    POKDARWIS


    Dapatkan informasi dokumen kegiatan Pokdarwis Desa Pulosari dengan cara klik gambar

    REGULASI :